Thursday 1 March 2012

Poliomyelitis

Campak atau yang disebut juga Morbili adalah salah satu penyakit akut yang sangat menular. Campak disebabkan oleh Morbilivirus yang masuk dalam Family Paramixovirus. Campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan dan juga kematian karena komplikasinya seperti radang paru (Pneumonia), diare, radang telinga (Otitis Media), kebutaan dan radang otak (Ensefalitis) (Guris, 2002, p.2).
Penyakit campak dapat ditularkan dari percikan ludah yang keluar dari mulut atau tenggorokan penderita yang ditransmisikan melalui udara atau melalui kontak langsung dengan sekresi hidung penderita campak (Guris, 2002, p.2). Cara Kerja Campak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Negara yang sedang berkembang tingkat kematian diperkirakan berkisar antara 3% – 6 % dengan tingkat kematian tertinggi terjadi pada bayi berusia dibawah 12 bulan yaitu berkisar antara 20% -30%. Berbeda dengan Negara yang sedang berkembang, di Negara yang sudah berkembang tingkat kematian cenderung rendah yaitu berkisar antara 0,1 sampai 1 per 1000 kasus (Guris, 2002, p.2). 
Di Indonesia penyakit campak masih menjadi penyebab utama kematian anak di bawah umur 1 tahun dan balita umur 1 – 4 tahun. Diperkirakan lebih dari 30.000 anak/tahun meninggal karena campak (Portal Nasional Republik Indonesia, 2009) Masa inkubasi penyakit campak yang tanpa gejala biasanya berkisar antara 10-12 hari namun demikian gejala prodromal (awal) seperti demam, lesu, batuk, beringus (Coryza), dan mata merah (Conjunctivitis) bisa muncul pada waktu sekitar sekitar 7 -18 hari setelah terpapar virus campak. koplik spot pada mukosa mulut biasanya akan muncul sesaat atau sekitar 1-3 hari sebelum munculnya ruam, namun demikian tidak adanya koplik spot bukan berarti campaknya tidak akan muncul. Pada saat terjadi gejala Prodromal yang berlangsung sekitar 2-4 harimuncullah ruam yang disebut Maculopapular Rash (ruam kemerahan) pada telinga bagian belakang dan di muka. Pada tahap ini demam akan semakin tinggi dengan suhu mencapai 40,60C (1050F). Ruam kemudian akan menyebar ke leher dan akhirnya ke ekstremitas (anggota gerak tubuh, seperti tangan dan kaki). Ruam tersebut biasanya akan ada/bertahan selama 3 – 7 hari. Ruam akan menghitam, mengelupas dan menghilang sekitar 1 – 2 minggu. Adanya kulit kehitaman dan bersisik dapat merupakan tanda penyembuhan. Batuk akan muncul selama periode demam, yang berlangsung sekitar 1 – 2 minggu pada kasus yang tidak komplikasi (Guris, 2002, p.2). Penyakit campak dapat sembuh dengan sendirinya dengan asupan gizi yang baik (makan dan minum cukup) dan istirahat yang cukup. Orang yang pernah terkena Campak (terinfeksi campak secara alami) akan memperoleh Kekebalan seumur hidup (Guris, 2002, p.2). Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan imunisasi. Disamping itu gizi yang baik, pemberian vitamin A dua kali dalam setahun dan kondisi rumah yang sehat juga dapat mengurangi kejadian campak sebagaimana disimpulkan dari hasil penelitian Hendarto (2004) di Grobogan Jawa Tengah. Karena itu peneliti menyarankan untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak,pemberiaan vitamin A dan perbaikan rumah sehat untuk menurunkan angka kejadian campak pada balita (Hendarto, 2004). Penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi yang diberikan saat bayi berusia 9 bulan. Pemberian imunisasi juga bisa memberikan kekebalan seumur hidup pada sebagian besar orang. Berdasarkan estimasi bersama oleh WHO dan UNICEF Indonesia masih menempati peringkat keempat di antara negara-negara dengan sejumlah besar anak-anak yang tidak divaksin atau hanya mendapatkan sebagian vaksinasi saja (UNICEF Indonesia, 2009). Pemberantasan penyakit campak dibedakan berdasarkan tahapannya yaitu: 1. Tahap Reduksi • Pada tahap ini lebih ditekankan kepada penurunan angka kematian campak karena kasus campak masih cukup tinggi dan masih endemik. • Pada phase ini kegiatan surveilans yang dilakukan adalah surveilans campak klinis dengan agregat data. Setiap KLB dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan dilakukan konfirmasi laboratorium serta peningkatan manajemen kasus. • Bagi negara yang telah melaksanakan imunisasi campak tambahan (kampanye campak) maka surveillans campak diarahkan kepada surveilans individu (case based surveillance) dengan konfirmasi laboratorium semaksimal mungkin (surveilans campak, p.7). • Tahap ini dibagi dalam 2 tahap : a. Tahap pengendalian campak Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun (pendahuluan). b. Tahap Pencegahan KLB Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun. 2. Tahap Eliminasi • Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. • Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak. • Insiden campak sudah sangat rendah dan KLB campak hampir tidak pernah terjadi. • Pada phase ini surveilans campak adalah case based atau individual record yang disertai pemeriksaan laboratorium untuk semua kasus campak. • Setiap KLB harus diinvestigasi dan semua kasus tercatat secara individual (case linelisted) dan dilakukan konfirmasi laboratorium. Dan penyelidikan rumah ke rumah jika terjadi KLB. 3. Tahap Eradikasi. • Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata • Kasus campak sudah tidak ditemukan. • Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. (pendahuluan) Di Indonesia program pencegahan dan pemberantasan penyakit campak saat ini masih berada pada tahap Reduksi. Pemerintah Indonesia mentargetkan untuk mengurangi kasus dan mencegah kematian akibat campak hingga 90% hingga akhir tahun 2010 hal ini juga akan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan millenium tentang kesehatan anak. Untuk mencapai tujuan pengendalian penyakit Campak maka dilakukan upaya sebagai berikut: 1 . Mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama >90% secara nasional yang mencakup >80% Kabupaten/Kota pada tahun 2010. 2 . Penyelidikan dan manajemen kasus pada semua KLB campak tahun 2009. 3 . Melaksanakan surveilans campak berbasis kasus individu (Case Based Surveillance) bagi semua negara yang telah melaksanakan kampanye campak. 4 . Melaksanakan imunisasi campak kesempatan kedua dengan cakupan >90%. Peranan surveilans campak pada tahap Reduksi menjadi sangat penting karena dengan surveilans perkembangan program pemberantasan campak dapat dievaluasi disamping hasil surveilans campak dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan strategi pengendalian dan pemberantasan campak di setiap daerah. Kegiatan surveilans campak berbasis kasus individu dan dilaksanakan secara bertahap yaitu dari tingkat puskesmas, Rumah Sakit, Tingkat kabupaten/kota dan propinsi. Kegiatan di masing-masing tingkat tentunya berbeda-beda, hal ini telah diatur dalam Petunjuk Teknis Surveilans Campak yang diterbitkan Sub Direktorat Surveilans Epidemiologi dan Direktorat Surveilans Epidemiologi Imunisasi & Kesehatan Matra Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI Tahun 2008. Gejala klinis penyakit Campak seringkali menyerupai penyakit infeksi virus lainnya, maka untuk menegakkan diagnosa pasti dari suatu kasus tersangka campak adalah melalui pemeriksaan laboratorium. Karena itu Laboratorium mempunyai peran dan fungsi dalam Pengendalian Kasus Campak dan Eliminasi sebagai berikut: 1. Monitoring dan pengujian transmisi virus campak 2. Konfirmasi suatu outbreak campak 3. Konfirmasi suatu kasus campak 4. Identifikasi strain dari virus ataupun karakter genetiknya. 5. Monitoring profil dari populasi yang rentan • Melihat distribusi umur yang memerlukan imunisasi • Evaluasi dari imunisasi masal (Depkes RI, 2008, p.45) Tahap eradikasi campak mungkin masih jauh untuk diraih, diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai dalam waktu 10 – 15 tahun setelah eliminasi. Beberapa Negara bahkan masih belum memasuki tahap eliminasi demikian halnya dengan Indonesia yang masih dalam tahap Reduksi. Namun demikian keyakinan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi karena satu-satunya pejamu (host)/reservoir campak hanya pada manusia dan tersedianya vaksin yang mempunyai potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, serta mudahnya virus mati karena terpapar udara dan sinar matahari seharusnya membuat langkah kita semakin mantap dalam menuju eliminasi campak. Dengan pelaksanaan strategi yang disusun berdasarkan pelaksanaan surveilans yang adekuat mungkin kita tidak perlu menunggu berpuluh tahun untuk masuk dalam tahap eradikasi malaria. (Dien)

0 comments:

Post a Comment